Selasa, 26 April 2016

Pengertian MSDM Menurut Abraham Maslow

      Salah seorang pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham.H.Maslow yang berkarya sebagai ilmuan dan melakukan usahanya pada pertengahan dasawarsa 40-an. Telah umum diketahui bahwa hasil-hasil pemikirannya kemudian dituangkannya dalam buku yang berjudul “Motivation and personality”. Sumbangan Maslow mengenai teori motivasi sampai dewasa ini tetap diakui, bukan hanya dikalangan teoritisi, akan tetapi juga dikalangan para praktisi.

Abraham Harold Maslow (1908 – 1970) adalah salah seorang pelopor aliran Psikologi Humanistik. Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada 1 April 1908 dan wafat pada tanggal 8 Juni 1970 dalam usia 62 tahun karena serangan jantung. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara. Kedua orang tuanya yang tidak berpendidikan memaksa anak-anaknya untuk belajar keras agar dapat berprestasi di bidang akademik. Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungan yang buruk dengan kedua orang tuanya. Semasa anak-anak dan remaja Maslow merasa dirinya sangat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya. Keluarga Maslow berharap ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang hukum tapi gagal. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dan memperoleh gelar BA pada 1930, MA pada 1931, dan PhD pada 1934. Setahun setelah lulus, ia kembali ke New York untuk bekerja dengan E.L Thorndike di Columbia, dimana Maslow menjadi tertarik dalam penelitian tentang seksualitas manusia. Dia mulai mengajar penuh waktu di Brooklyn College. Selama masa hidupnya, ia datang ke dalam kontak dengan banyak intelektual Eropa yang berimigrasi ke Amerika Serikat, dan Brooklyn khususnya, pada waktu itu orang-orang seperti Adler, Fromm, Horney, serta beberapa Gestalt dan psikolog Freudian. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan).

A.     EKSPLORASI TEORI MASHLOW

Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hierarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

     Untuk memperdalam pengetahuan mengenai motivasi manusia ini, Dr. Abraham H.Maslow dalam bukunya “Motivation and Personality” (1954) memberikan perincian melalui pembahasaannya mengenai “jenjang kebutuhan” (Hierarchy of Needs). Ia mengkategorikan kebutuhan manusia sebagi berikut :
(1) Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, dan lainnya.
(2) Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
 (3) Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
(4) Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
 (5) Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.

Maslow menyebut teori Hierarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.

1.                       Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
Maslow menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat kelaparan atau kehausan, utopia dapat dirumuskan sebagai suatu tempat yang penuh makanan dan minuman. Ia cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya. Orang seperti itu hanya hidup untuk makan saja.
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (Physiological needs) atau kebutuhan homostatis atau biologis, adalah kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk biologis misalnya lapar, haus, seks, gerak, lelah, kepanasan, dan sebagainya. Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan yang dasar dan primer. Sebelum kebutuhan-kebutuhan ini dapat dipenuhi, maka kita tidak dapat mengajak orang-orang mengerjakan sesuatu yang memerlukan dorongan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi.
kebutuhan biologis ini mempunyai ciri khas :
Ø  Kebutuhan-kebutuhan tersebut satu sama lain tidak begitu tergantung, walaupun sama-sama terdapat dan berasal dari tubuh.
Ø  Tempat kebutuhan itu tertentu dalam tubuh, misalnya : lapar ada di perut, haus ada di mulut, oksigen di pernafasan atau paru-paru.
Ø  Cara memenuhinya berlangsung berkali kali, misalnya : kita makan tiga kali sehari atau lebih, minum beberapa kali sehari.
Ø  Dalam masyaraka/lingkungan yangt cukup makmur, kebutuhan-kebutuhan fisiologis tidak dapat dipakai untuk merangsang.

2.                       Kebutuhan akan rasa aman
Segera setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan, maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
Kebutuhan akan keamanan dan kepastian nasib (safety and security needs) mulai berbicara bilamana kebutuhan-kebutuhan fisiologis/biologis sudah dipenuhi orang mencari kepastian hidup, mencari kemanan ekonomi, mulai menghendaki pekerjaan dan keadaan yang rutin dan tidak banyak berubah menurut norma-norma tata kesopanan dan peraturan-peraturan yang jelas dan tegas, mulai menuntut kebebasan jangan sampai tergantung dari orang lain.

3.                       Kebutuhan sosial
Telah umum diterima sebagai kebenaran universal bahwa manusia adalah makhluk sosial dalam kehidupan organisasional manusia sebagai insan sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Biasanya kebuthan sosial tersebut tercermin dalam  4 bentuk perasaan .
  • ·         Perasaan diterima oleh prang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi.
  • ·         Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya
  • ·         Kebutuhan akan perasaan maju.
  • ·         Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan atau “sense of participation”.

      Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Kebutuhan-kebutuhan sosial, kebutuhan akan simpatik, perkawanan, pengakuan, sebagai angggota kelompok dan sebagainya. Setiap orang ingin menjadi anggota dari suatu golongan atau kelompok di mana dia mempunyai kawan-kawan atau orang-orang yang dia senangi, dimana dia dapat pengakuan sebagai orang yang berarti, sebagai sahabat, sebagai orang terhormat. Banyak manajer tidak mengerti akan adanya social needs ini, memandang timbulnya golongan-golongan atau grup-grup sebagai sesuatu bahaya terhadap organisasi, dan kadang-kadang bertindak keras untuk menghancurkan golongan-golongan organisasi informal tersebut. Padahal, sebenarnya timbulnya grup-grup itu merupakan suatu sifat atau proses alamiah yang justru harus dikembangkan ke arah yang positif bagi kemajuan organisasi. Dengan usaha-usaha untuk menghancurkan grup-grup tersebut, maka anggota-anggotanya akan menjadi penentang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, menjadi antagonistis dan kerjanya separuh-separuh.

4.                       Kebutuhan akan penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian diri yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
Keinginan dan kebutuhan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan bakatnya (self actualisation needs) adalah keinginan akan aktualisasi diri, artinya : setiap orang ingin berprakarsa, ingin mempunyai ide atau konsepsi sendiri mengenai suatu masalah atau pekerjaaan dan ingin diberikan kesempatan oleh atasan untuk melaksanakannya sendiri. Dia ingin diberi kesempatan oleh atasan untuk mengembangkan potensinya, mengembangkan dirinya menjadi seorang yang kreatif.

5.                       Kebutuhan akan aktualisasi diri
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
Keinginan untuk hidup bebas, tidak tergantung pada orang lain atau kekangan orang lain, keinginan untuk percaya pada kemampuan sendiri (esteem needs). Kebutuhan akan status, kehormatan pengakuan oleh lingkungan, gengsi , sukses, kedudukan setinggi-tingginya, keahlian, dan sebagainya adalah sifat-sifat dalam kebutuhan-kebutuhan normal manusia. Manajer yang pandai dalam  membimbing aspirasi-aspirasi bawahannya ke arah yang positif bagi pengembangan organisasi akan dapat memperoleh team kerja yang tangguh. Bilamana tidak pandai menyalurkannya, maka esteem needs dari anggota itu akan menyebabkan para bawahan “saling makan”, saling menjatuhkan, sehingga organisasi hanya akan terdiri atas orang-orang tipe “kambing” yang hanya pandai mengembek, tidak ada yang bersemangat pionir, inovator, dan sebagainya.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
       Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut: 
Ø  Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
Ø  Menikmati pengalaman baru.
Ø  Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
Ø  Memiliki standar moral yang jelas.
Ø  Memiliki selera humor.
Ø  Merasa bersaudara dengan semua manusia.
Ø  Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
Ø  demokratis dalam menerima orang lain.
Ø  Membutuhkan privasi.
Ø  Bebas dari budaya dan lingkungan.
Ø  Kreatif.
Ø  Spontan.
Ø  Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
Ø  Mengakui sifat dasar manusia.
Ø  Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
 Kebutuhan-kebutuhan nomer  1 sampai 5 di atas kebutuhan normal manusia yang harus diperhatikan oleh manajer sebagai pemimpin di dalam rangka motivasi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut urut-urutannya merupakan semacam hierarki yang harus dimasukkan dalam perhitungan bila melakukan motivating.
Dalam pelaksanaannya, proses penumbuhan motivasi sangat berkaitan erat dengan kemampuan memimpin dari seorang masnajer. Tanpa adanya kepemimpinan yang baik, proses penumbuhan motivasi tidak akan berjalan seperti yang diharapkan.

B.     FUNGSI TEORI MASLOW

Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengandinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler. Teori Maslow telah banyak digunakan secara luas dalam dunia industri untuk menunjukkan adanya hubungan antara pekerja dengan performansi kerja (Robert, 1972).
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang palingrendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya yaitu sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada ketidaknormalan atau sakit seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa freud.pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.  Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu suatu usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arahkepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerimadiri sendiri(self).

C.      IMPLIKASI TEORI MASHLOW DALAM KEHIDUPAN

         Untuk melihat bagaimana teori ini diimplikasikan, kami akan memeberikan contoh dari poin-poin hirearki kebutuhan yang dikemukakan oleh Mashlow.
  •     Implikasi Kebutuhan akan penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
   Tidak jarang ditemukan pekerja di level managerial memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ada apa gerangan? Apakah kompensasi gajinya tidak memuaskannya? Ternyata tidak selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu dalam organisasi. Dari semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang menyandarkan peningkatan kinerja karyawan mereka pada aspek finansial, tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Benar bahwa uang adalah salah satu alat motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan persepsi nilai setiap karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi tertentu barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja.
   Ketimbang uang, individu pada level ini lebih membutuhkan tantangan yang dapat mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa sejumlah top manager tiba-tiba mengundurkan diri ketika merasa tidak ada lagi tantangan dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampaui orang lain boleh dikatakan sebagai sifat universal manusia. Kebutuhan akan penghargaan ini jika dikelola dengan tepat dapat menimbulkan kinerja organisasi yang luar biasa. Tidak seperti halnya kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna.
   Sebagai bagian dari sebuah pendekatan yang lebih konstruktif, manajemen partisipatif dan program-program umpan balik positif (positive feedback programs) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Pendelegasian otonomi dan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawan telah terbukti efektif untuk memotivasi kinerja dan performa yang lebih baik. Keberhasilan eksperimen Mayo seperti telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa penghargaan finansial terbukti tidak selamanya seefektif penghargaan psikis. Masalahnya, banyak manager seringkali lupa atau berpikir banyak kali untuk memberikan pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi karyawan, dan sebaliknya tanpa pikir dua kali untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk bawahannya

  Implikasi dari kebutuhan fisiologis

Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, seperti membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang di capai, merasa aman dan nyaman dengan perusahaan yang disana ia meniti karirnya, hingga kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabatan atau dipromosikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti seminar-seminar yang membangun jiwa kepemimpinannya, hingga ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya. 

Sumber : http://arikathemousleemah.blogspot.co.id/2014/09/makalah-msdm-motivasi-menurut-teori.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar