Salah seorang pelopor yang mendalami
teori motivasi adalah Abraham.H.Maslow yang berkarya sebagai ilmuan dan
melakukan usahanya pada pertengahan dasawarsa 40-an. Telah umum diketahui bahwa
hasil-hasil pemikirannya kemudian dituangkannya dalam buku yang berjudul
“Motivation and personality”. Sumbangan Maslow mengenai teori motivasi sampai
dewasa ini tetap diakui, bukan hanya dikalangan teoritisi, akan tetapi juga
dikalangan para praktisi.
Abraham Harold Maslow (1908 – 1970) adalah salah seorang
pelopor aliran Psikologi Humanistik. Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New
York, pada 1 April 1908 dan wafat pada tanggal 8 Juni 1970 dalam usia 62 tahun
karena serangan jantung. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan
anak sulung dari tujuh bersaudara. Kedua orang tuanya yang tidak berpendidikan
memaksa anak-anaknya untuk belajar keras agar dapat berprestasi di bidang
akademik. Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungan
yang buruk dengan kedua orang tuanya. Semasa anak-anak dan remaja Maslow merasa
dirinya sangat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya.
Keluarga Maslow berharap ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk
menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang hukum tapi gagal.
Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dan
memperoleh gelar BA pada 1930, MA pada 1931, dan PhD pada 1934. Setahun setelah
lulus, ia kembali ke New York untuk bekerja dengan E.L Thorndike di Columbia, dimana
Maslow menjadi tertarik dalam penelitian tentang seksualitas manusia. Dia mulai
mengajar penuh waktu di Brooklyn College. Selama masa hidupnya, ia datang ke
dalam kontak dengan banyak intelektual Eropa yang berimigrasi ke Amerika
Serikat, dan Brooklyn khususnya, pada waktu itu orang-orang seperti Adler,
Fromm, Horney, serta beberapa Gestalt dan psikolog Freudian. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang
Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan).
A. EKSPLORASI TEORI
MASHLOW
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi
saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hierarki kebutuhan”. Kebutuhan
ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan
terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan
tersebut. Selanjutnya, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat
berikutnya. Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan
diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan
pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh
manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang
ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya
masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai
hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Untuk memperdalam pengetahuan mengenai motivasi manusia ini, Dr. Abraham H.Maslow dalam bukunya “Motivation and Personality” (1954) memberikan perincian melalui pembahasaannya mengenai “jenjang kebutuhan” (Hierarchy of Needs). Ia mengkategorikan kebutuhan manusia sebagi berikut :
(1) Kebutuhan
fisiologis:
kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, dan lainnya.
(2)
Kebutuhan akan rasa aman:
mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional.
(3) Kebutuhan sosial: mencakup
kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan
persahabatan.
(4)
Kebutuhan akan penghargaan:
mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
(5) Kebutuhan akan
aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi
diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Maslow
menyebut teori Hierarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan
teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan
teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu
dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt,
dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.
1.
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan
hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal,
seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi
orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat
lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini
umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera
kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan
mendominasi perilaku manusia.
Tak
teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat
dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan
segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang
paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan
kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan
selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
Maslow
menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat kelaparan atau
kehausan, utopia dapat dirumuskan sebagai suatu tempat yang penuh makanan dan
minuman. Ia cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin sepanjang
hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya. Orang seperti itu hanya hidup untuk
makan saja.
Kebutuhan-kebutuhan
fisiologis (Physiological needs) atau kebutuhan homostatis atau biologis,
adalah kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk biologis misalnya lapar, haus,
seks, gerak, lelah, kepanasan, dan sebagainya. Kebutuhan fisiologis ini merupakan
kebutuhan yang dasar dan primer. Sebelum kebutuhan-kebutuhan ini dapat
dipenuhi, maka kita tidak dapat mengajak orang-orang mengerjakan sesuatu yang
memerlukan dorongan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi.
kebutuhan biologis ini mempunyai ciri khas :
Ø Kebutuhan-kebutuhan
tersebut satu sama lain tidak begitu tergantung, walaupun sama-sama terdapat
dan berasal dari tubuh.
Ø Tempat
kebutuhan itu tertentu dalam tubuh, misalnya : lapar ada di perut, haus ada di
mulut, oksigen di pernafasan atau paru-paru.
Ø Cara
memenuhinya berlangsung berkali kali, misalnya : kita makan tiga kali sehari
atau lebih, minum beberapa kali sehari.
Ø Dalam
masyaraka/lingkungan yangt cukup makmur, kebutuhan-kebutuhan fisiologis tidak
dapat dipakai untuk merangsang.
2.
Kebutuhan akan rasa aman
Segera
setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow
sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan
diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari
rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas,
dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya
seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan.
Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu.
Jika hal-hal itu tidak ditemukan, maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak
aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan
stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing
dan tidak diharapkan.
Kebutuhan akan keamanan dan kepastian nasib (safety and security needs) mulai berbicara bilamana
kebutuhan-kebutuhan fisiologis/biologis sudah dipenuhi orang mencari kepastian
hidup, mencari kemanan ekonomi, mulai menghendaki pekerjaan dan keadaan yang
rutin dan tidak banyak berubah menurut norma-norma tata kesopanan dan
peraturan-peraturan yang jelas dan tegas, mulai menuntut kebebasan jangan
sampai tergantung dari orang lain.
3.
Kebutuhan sosial
Telah umum diterima sebagai kebenaran universal bahwa manusia
adalah makhluk sosial dalam kehidupan organisasional manusia sebagai insan
sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan
keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Biasanya
kebuthan sosial tersebut tercermin dalam
4 bentuk perasaan .
- · Perasaan diterima oleh prang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi.
- · Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya
- · Kebutuhan akan perasaan maju.
- · Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan atau “sense of participation”.
Setelah
terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup
kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang
akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan
belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih,
isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh
kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan)
di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai
dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa
bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan
cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia
akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan,
tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Kebutuhan-kebutuhan sosial, kebutuhan akan simpatik, perkawanan,
pengakuan, sebagai angggota kelompok dan sebagainya. Setiap orang ingin menjadi
anggota dari suatu golongan atau kelompok di mana dia mempunyai kawan-kawan
atau orang-orang yang dia senangi, dimana dia dapat pengakuan sebagai orang
yang berarti, sebagai sahabat, sebagai orang terhormat. Banyak manajer tidak
mengerti akan adanya social needs ini, memandang timbulnya golongan-golongan
atau grup-grup sebagai sesuatu bahaya terhadap organisasi, dan kadang-kadang
bertindak keras untuk menghancurkan golongan-golongan organisasi informal
tersebut. Padahal, sebenarnya timbulnya grup-grup itu merupakan suatu sifat
atau proses alamiah yang justru harus dikembangkan ke arah yang positif bagi
kemajuan organisasi. Dengan usaha-usaha untuk menghancurkan grup-grup tersebut,
maka anggota-anggotanya akan menjadi penentang terang-terangan atau
sembunyi-sembunyi, menjadi antagonistis dan kerjanya separuh-separuh.
4.
Kebutuhan akan penghargaan
Menurut
Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis)
mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian diri yang mantap, mempunyai
dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga
diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan
penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup
kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan,
prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua
(eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan,
penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama
baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan
demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang
kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus
asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan
ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat
perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng
atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
Keinginan dan kebutuhan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan
bakatnya (self actualisation needs) adalah keinginan akan aktualisasi diri,
artinya : setiap orang ingin berprakarsa, ingin mempunyai ide atau konsepsi
sendiri mengenai suatu masalah atau pekerjaaan dan ingin diberikan kesempatan
oleh atasan untuk melaksanakannya sendiri. Dia ingin diberi kesempatan oleh
atasan untuk mengembangkan potensinya, mengembangkan dirinya menjadi seorang
yang kreatif.
5.
Kebutuhan akan aktualisasi diri
Menurut
Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia
untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow
sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat
untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut
kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul
setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan
akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi
Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai
titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Aktualisasi
diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari
seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang
dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan
potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya.
Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan
tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
Keinginan untuk hidup bebas, tidak tergantung pada orang lain atau
kekangan orang lain, keinginan untuk percaya pada kemampuan sendiri (esteem
needs). Kebutuhan akan status, kehormatan pengakuan oleh lingkungan, gengsi ,
sukses, kedudukan setinggi-tingginya, keahlian, dan sebagainya adalah
sifat-sifat dalam kebutuhan-kebutuhan normal manusia. Manajer yang pandai
dalam membimbing aspirasi-aspirasi
bawahannya ke arah yang positif bagi pengembangan organisasi akan dapat
memperoleh team kerja yang tangguh. Bilamana tidak pandai menyalurkannya, maka
esteem needs dari anggota itu akan menyebabkan para bawahan “saling makan”,
saling menjatuhkan, sehingga organisasi hanya akan terdiri atas orang-orang
tipe “kambing” yang hanya pandai mengembek, tidak ada yang bersemangat pionir,
inovator, dan sebagainya.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak
lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang
lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
Ø Memiliki
persepsi akurat tentang realitas.
Ø Menikmati
pengalaman baru.
Ø Memiliki
kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
Ø Memiliki
standar moral yang jelas.
Ø Memiliki
selera humor.
Ø Merasa
bersaudara dengan semua manusia.
Ø Memiliki
hubungan pertemanan yang erat.
Ø demokratis
dalam menerima orang lain.
Ø Membutuhkan
privasi.
Ø Bebas
dari budaya dan lingkungan.
Ø Kreatif.
Ø Spontan.
Ø Lebih
berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
Ø Mengakui
sifat dasar manusia.
Ø Tidak
selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
Kebutuhan-kebutuhan nomer 1
sampai 5 di atas kebutuhan normal manusia yang harus diperhatikan oleh manajer
sebagai pemimpin di dalam rangka motivasi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
urut-urutannya merupakan semacam hierarki yang harus dimasukkan dalam
perhitungan bila melakukan motivating.
Dalam pelaksanaannya, proses penumbuhan motivasi sangat berkaitan erat
dengan kemampuan memimpin dari seorang masnajer. Tanpa adanya kepemimpinan yang
baik, proses penumbuhan motivasi tidak akan berjalan seperti yang diharapkan.
B. FUNGSI
TEORI MASLOW
Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai
sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena
Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan
Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan
psikologi Gestalt, dan dengandinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan
Adler. Teori Maslow telah banyak digunakan secara luas dalam dunia industri
untuk menunjukkan adanya hubungan antara pekerja dengan performansi kerja
(Robert, 1972).
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang palingrendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri). Menurut Abraham, yang terpenting dalam
melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya yaitu sisi perkembangan
kepribadian manusia daripada berfokus pada ketidaknormalan atau sakit seperti
yang dilihat oleh teori psikoanalisa freud.pendekatan ini melihat kejadian
setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut
sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya
memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Intinya
adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan
sehari-hari. Teori Maslow didasarkan
pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu suatu usaha yang
positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan
itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai
berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang,
takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki
dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk
lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arahkepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga
ia dapat menerimadiri sendiri(self).
C. IMPLIKASI TEORI MASHLOW DALAM KEHIDUPAN
Untuk melihat bagaimana teori ini diimplikasikan, kami akan
memeberikan contoh dari poin-poin hirearki kebutuhan yang dikemukakan oleh
Mashlow.
- Implikasi Kebutuhan akan penghargaan
Tidak
jarang ditemukan pekerja di level managerial memutuskan untuk mengundurkan diri
dari pekerjaannya. Ada apa gerangan? Apakah kompensasi gajinya tidak
memuaskannya? Ternyata tidak selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu
dalam organisasi. Dari semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang
menyandarkan peningkatan kinerja karyawan mereka pada aspek finansial, tidak
memperoleh hasil yang diharapkan. Benar bahwa uang adalah salah satu alat
motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan persepsi
nilai setiap karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi tertentu
barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja.
Ketimbang
uang, individu pada level ini lebih membutuhkan tantangan yang dapat
mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa
sejumlah top manager tiba-tiba mengundurkan diri ketika merasa tidak ada lagi
tantangan dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Keinginan atau hasrat
kompetitif untuk menonjol atau melampaui orang lain boleh dikatakan sebagai
sifat universal manusia. Kebutuhan akan penghargaan ini jika dikelola dengan
tepat dapat menimbulkan kinerja organisasi yang luar biasa. Tidak seperti
halnya kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan ini
jarang sekali terpenuhi secara sempurna.
Sebagai
bagian dari sebuah pendekatan yang lebih konstruktif, manajemen partisipatif
dan program-program umpan balik positif (positive feedback programs) dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Pendelegasian
otonomi dan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawan telah terbukti
efektif untuk memotivasi kinerja dan performa yang lebih baik. Keberhasilan
eksperimen Mayo seperti telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa penghargaan
finansial terbukti tidak selamanya seefektif penghargaan psikis. Masalahnya,
banyak manager seringkali lupa atau berpikir banyak kali untuk memberikan
pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi karyawan, dan sebaliknya tanpa pikir
dua kali untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk bawahannya
Implikasi dari kebutuhan fisiologis
Implikasi dari kebutuhan fisiologis
Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, seperti membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang di capai, merasa aman dan nyaman dengan perusahaan yang disana ia meniti karirnya, hingga kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabatan atau dipromosikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti seminar-seminar yang membangun jiwa kepemimpinannya, hingga ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.
Sumber : http://arikathemousleemah.blogspot.co.id/2014/09/makalah-msdm-motivasi-menurut-teori.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar